M. Purna Dewansyah Saputra
Kalimantan Barat
A. Pendahuluan
Berbicara masalah sastra secara keseluruhan tidak terlepas dari persoalan kesusasteraan daerah, khususnya sastra lisan. Untuk itu sastra daerah sangat diperlukan untuk terus diinventarisasi karena merupakan satu di antara warisan budaya daerah di Nusantara.
Sastra lisan adalah salah satu bentuk karya sastra yang merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Sastra lisan, misalnya cerita rakyat diwariskan secara turun-temurun secara lisan yang menjadi milik bersama masyarakat.
Sastrowardoyo (1983:23) mengemukakan bahwa dilihat dari sudut pandang kebudayaan, sastra lisan adalah pengucapan langsung dan serta merta dari jiwa rakyat biasa yang merupakan lapisan masyarakat bawah. Hal ini memperlihatkan bahwa ada persamaan dalam tema dan gaya yang dapat ditemukan di antara sastra lisan dari daerah berlainan.
Dari uraian sekilas di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri sastra lisan, sebagai berikut :
1. Penyebarannya melalui mulut.
2. Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa.
3. Tidak diketahui siapa pengarangnya, dan karena itu menjadi milik
masyarakat.
4. Tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek
khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern.
(Hutomo,1991:3)
Berdasarkan pandangan tersebut, penulis mencoba mengangkat fungsi cerita rakyat Pak Aloi Berladang dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu. Meskipun cerita tersebut masih tetap hidup di tengah masyarakat Melayu Kapuas Hulu, cerita ini kurang mendapatkan perhatian masyarakat khususnya para generasi muda.
B. Fungsi Sastra
Banyak sekali fungsi sastra, khususnya sastra lisan dalam kehidupan manusia. Menurut Hutomo (1991:69), sastra lisan memiliki beberapa fungsi. Pertama, sastra lisan berfungsi sebagai sistem proyeksi. Kedua, sastra lisan berfungsi untuk pengesahan kebudayaan. Ketiga, sastra lisan sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai pengendali sosial. Keempat, sastra lisan sebagai alat pendidikan anak. Kelima, sastra lisan sebagai suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada orang lain. Keenam, sastra lisan berfungsi untuk memberikan cara atau jalan bagi seseorang untuk dapat mencela orang lain. Ketujuh, sastra lisan sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat. Kedelapan, sastra lisan adalah untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari-hari atau untuk hiburan semata.
Pembahasan makalah ini penulis fokuskan pada fungsi pendidikan dan fungsi hiburan cerita rakyat Pak Aloi Berladang sastra lisan Melayu Kapuas Hulu.
C. Fungsi Sastra Lisan sebagai Alat Pendidikan Anak
Pendidikan pada dasarnya sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo,2001:11)
Tuntutan untuk memberikan pendidikan sepanjang hayat bagi anak, tidak hanya terbatas pada pendidikan formal, tetapi dapat dilakukan keluarga melalui berbagai cara termasuk dengan menceritakan berbagai cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai pendidikan kepada anak. Dalam hal ini, cerita rakyat melayu Kabupaten Kapuas Hulu yakni cerita Pak aloi Berladang dapat dijadikan orang tua sebagai contoh untuk menanamkan pada pribadi anak mana hal yang baik untuk dilakukan atau tidak dan pemberian pengalaman kepada anak-anak dalam kehidupan sehari hari.
Adapun bentuk pendidikan pengalaman yang terkandung dalam cerita Pak aloi Berladang adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Binatang itu Tidak Bisa Berbicara dan Mengerti Maksud Manusia.
Pada cerita Pak Aloi Berladang dia berbicara menyuruh kepiting pulang ke rumah seolah-olah menurutnya kepiting mengerti apa yang ia perintahkan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
Kata Bu Saloi ”itu kan binatang, bukan seperti manusia bisa pulang sendiri ke rumah”
2. Jangan cepat mengambil keputusan, sebelum mengetahui apa yang dihadapi
Dalam cerita Pak aloi Berladang Pak Aloi terlalu cepat mengambil keputusan terhadap hal yang dihadapinya, padahal ia belum tahu pasti apa yang sedang dihadapi. Misalnya memetik sarang muanyik (lebah) dan menikam (melempar) dengan tombak bapak mertuanya yang sedang menebas (memotong rumput).
Pendek kisah pada hari berikutnya ia bertemu dengan muanyik rampuk bergantung di ujung dahan kayu, tidak terlalu tinggi. Begitu dilihatnya.” Aduh-aduh, sudah bergatung pula kau ini, kulat basi yang ini lain lagi, hitam, kemarin putih, ini hitam pula. Kata istriku kalau bertemu dipetik.” ia pun mulai memetik. Begitu dipetiknya, muanyik ramppuk itu pun menyengat.” aduh-aduh, ada kuman. Semacam pula kulat basi ini, ada kuman.” petik satu begitu, petik dua begitu, diambilnya kayu lalu dipukulnya. Apa yang terjadi kemudian, muanyik rampuk itu pun menyengatnya. Ia menangis sambil berteriak. Ia pulang ke rumah sambil menangis.
Kutipan berikut mengajarkan agar manusia melakukan pengkajian dan mendalamai suatu permasalahan terlebih dahulu sebelum memutuskan sebuat tindakan.
Ia pun menyiapkan kujor, dan juga parang. Urusan ladang sudah tak dihiraukan lagi. Dia pergi ke ladang, tapi yang dilakukannya adalah mencari rusa yang sedang berbaring seperti kemarin. Di lihatnya ladang sebelah tak ditemukannya rusa. Di lihatnya di ladang sebelah lagi, ke ladang mertuanya. Di situ ia bertemu dengan mertuanya yang sedang menebas rumput. ”aduh!” katanya, ” rusa itu kok bisa menebas rumput?” mertua dikatakannya rusa. Mertuanya pun terheran-heran mendengar ada orang yang bercakap-cakap sendiri di belakangnya, kedengarannya seperti suara Pak Aloi. Pak Aloi itu sebenarnya sedang menunggu rusa itu berbaring. ”Aneh benar rusa ini bisa menebas rumput.”
”Eh, Pak Aloi apa yang kau kerjakan di situ?”
”Eh, dia menegur saya. Mengapa rusa ini bisa mengenal saya?”
”Hei, aku ini kan mertuamu!”
”Heh, masak mertua saya rusa. Nanti kau rasa, disuruh berbaring tak mau berbaring. Pesan istri saya kalau rusanya tak mau berbaring ditikam saja.” Mertuanya ditikam dengan kujor, lalu kena kakinya. Orang tua itu pun lari ke rumah sambil menahan sakit. Untung saja Pak Aloi tak sempat menebasnya dengan parang, kalau sempat tentu mertuanya sudah mati.
3. Sabar dan Bijaksana
Dalam cerita Pak aloi Berladang, tercermin sikap Bu Aloi yang begitu sabar dan bijaksana dalam menghadapi prilaku dari Pak Aloi yang lugu dan sedikit ceroboh. Kesabaran dari Bu Aloi inilah yang membuat kehidupan rumah tangga mereka selalu rukun, meskipun banyak sekali pekerjaan Pak Aloi yang tidak benar terutama pada saat mereka membuka ladang.
Berikut ini kutipan tentang kesabaran dari Bu Aloi yang sabar mengadapi Pak Aloi yang selalu tidak beres mengerjakan pekerjaan.
”Mana ladang kita yang katanya sudah ditebas?”
”Sudahkan!” kata Pak Aloi.
”Sudah, apanya?”
”Waktu aku duduk di langkau, akukan sudah memberitahu, tebas lurus kesana, tebas lurus kesini, setelah itu lalu dibuat seperti pulau. Selesailah, tak ada yang akan ditebas lagi!”
Istrinya pun menggaruk kepala yang tidak gatal. ”Aduh” kata istrinya, tak pernah aku menemukan manusia yang terlalu pintar seperti kamu ini, bukan lagi bodoh, benar-benar sudah terlau pintar.”
4. Kepatuhan dan Kesetiaan
Dalam cerita Pak Aloi Berladang juga sering digunakan orang tua sebagai media untuk menasihati anak perempuannya agar patuh dan taat kepada suaminya kelak. Bagaimanapun situasi suaminya, sedungu dan seceroboh ataupun kekurangan lainnya sebagai seorang istri haruslah patuh dan setia kepada suaminya. Kepatuhan dan kesetiaan seorang istri kepada suaminya terungkap dalam cerita Pak Aloi Berladang. Berikut ini kutipan yang menceritakan kepatuhan dan kesetiaan Mak Aloi kepada suaminya.
” O, benar juga,”kata Mak Aloi. Mak Aloi pun ikut juga membantu bekerja. Cepat juga ia bekerja, parangnya benar-benar tajam. Lalu ditancapnya tiang-tiang untuk menyangga atapnya. Kemudian dirapikannya lantai langkau itu. Diambil daun asam patah untuk atapnya. ” ah, bagus langkau ini.” langkau yang dipujinya dahulu, sebelum ia memikirkan ladangnya. ”Alhasil pulanglah kita berdua,. Kali ini kita hanya melihat tanah lalu membuat langkau-langkau.
Hari berikutnya tak perlu Mak Aloi mengikuti aku, tetap saja di rumah, beres!” katanya, ” Mak Aloi buatkan bekal yang baik-baik, nyaman
nyaman, banyak-banyak, karena maklumlah bila bekerja biasanya kuat makan.”
”Ya! Kata istrinya, ” tak masalah, asalkan ladang kita jadi.” ”Eh, jangan tanya jadi-tidak, pendeknya beres!”
Istrinya menuruti saja perintah suaminya.
C. Fungsi Sastra Lisan sebagai Hiburan
Sastra lisan sebagai suatu ekspresi kesusasteraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, pada dasarnya juga digunakan sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Biasanya kebiasan masyarakat Melayu Kabupaten Kapuas Hulu pada saat sela-sela waktu jeda/istirahat berladang, diisi mereka dengan bercerita tentang cerita-cerita rakyat.
Cerita Pak Aloi Berladang sering diceritakan oleh orang tua kepada anak-anaknya waktu-waktu senggang sehingga memberikan suasana kehangantan dan waktu senggang terasa lebih mengasyikan untuk melepas lelah.
D. Penutup
Tokoh Pak Aloi dalam cerita rakyat Pak Aloi Berladang jangan ditafsirkan semata bahwa Pak Aloi adalah seorang yang bodoh dan lugu. Sesunguhnya di dalam cerita Pak Aloi Berladang tersebut terdapat nilai-nilai yang sangat berarti untuk menjadi pelajaran bagi kehidupan kita sehari-hari.
Fungsi-fungsi sastra lisan (cerita rakyat) yang terkandung pada cerita Pak Aloi Berladang sebagai alat pendidik anak dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberikan muatan nilai-nilai moral untuk bekal hidup bagi seorang anak. Pemberian pemahaman kepada anak penting dilakukan dengan menjelaskan bahwa binatang itu tidak bisa berbicara seperti halnya manusia, jangan terlalu cepat mengambil keputusan, sabar dan bijaksana dalam menghadapi permasalahan, serta patuh dan setia terhadap suami.
Selain itu, fungsi sastra lisan yang terkandung dalam cerita Pak Aloi Berladang sebagai hiburan tercermin dari banyaknya kejadian-kejadian lucu dalam cerita tersebut. Menyimak cerita tersebut atau membacanya tentu akan memberikan suasana yang menyenangkan dan menggelikan karena banyaknya kejadian-kejadian yang tidak masuk akal, bahkan konyol.
DAFTAR PUSTAKA
Hutomo, Suripan Sadi.1991. Mutiara yang Terlupakan. Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: Hiski.
Mudyaharjo, Redja. 2006. Pengantar Ilmu Pendidikan. Sebuah Studia Awal tentang Dasar Pendidikan. Jakarta. Grafindo.
Sastrowardoyo, Subagio. 1983. Bunga Rampai Sastra Lisan. Jakarta: Asean Commite On Culture and Information.
Kalimantan Barat
A. Pendahuluan
Berbicara masalah sastra secara keseluruhan tidak terlepas dari persoalan kesusasteraan daerah, khususnya sastra lisan. Untuk itu sastra daerah sangat diperlukan untuk terus diinventarisasi karena merupakan satu di antara warisan budaya daerah di Nusantara.
Sastra lisan adalah salah satu bentuk karya sastra yang merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Sastra lisan, misalnya cerita rakyat diwariskan secara turun-temurun secara lisan yang menjadi milik bersama masyarakat.
Sastrowardoyo (1983:23) mengemukakan bahwa dilihat dari sudut pandang kebudayaan, sastra lisan adalah pengucapan langsung dan serta merta dari jiwa rakyat biasa yang merupakan lapisan masyarakat bawah. Hal ini memperlihatkan bahwa ada persamaan dalam tema dan gaya yang dapat ditemukan di antara sastra lisan dari daerah berlainan.
Dari uraian sekilas di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri sastra lisan, sebagai berikut :
1. Penyebarannya melalui mulut.
2. Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa.
3. Tidak diketahui siapa pengarangnya, dan karena itu menjadi milik
masyarakat.
4. Tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek
khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern.
(Hutomo,1991:3)
Berdasarkan pandangan tersebut, penulis mencoba mengangkat fungsi cerita rakyat Pak Aloi Berladang dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu. Meskipun cerita tersebut masih tetap hidup di tengah masyarakat Melayu Kapuas Hulu, cerita ini kurang mendapatkan perhatian masyarakat khususnya para generasi muda.
B. Fungsi Sastra
Banyak sekali fungsi sastra, khususnya sastra lisan dalam kehidupan manusia. Menurut Hutomo (1991:69), sastra lisan memiliki beberapa fungsi. Pertama, sastra lisan berfungsi sebagai sistem proyeksi. Kedua, sastra lisan berfungsi untuk pengesahan kebudayaan. Ketiga, sastra lisan sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai pengendali sosial. Keempat, sastra lisan sebagai alat pendidikan anak. Kelima, sastra lisan sebagai suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada orang lain. Keenam, sastra lisan berfungsi untuk memberikan cara atau jalan bagi seseorang untuk dapat mencela orang lain. Ketujuh, sastra lisan sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat. Kedelapan, sastra lisan adalah untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari-hari atau untuk hiburan semata.
Pembahasan makalah ini penulis fokuskan pada fungsi pendidikan dan fungsi hiburan cerita rakyat Pak Aloi Berladang sastra lisan Melayu Kapuas Hulu.
C. Fungsi Sastra Lisan sebagai Alat Pendidikan Anak
Pendidikan pada dasarnya sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo,2001:11)
Tuntutan untuk memberikan pendidikan sepanjang hayat bagi anak, tidak hanya terbatas pada pendidikan formal, tetapi dapat dilakukan keluarga melalui berbagai cara termasuk dengan menceritakan berbagai cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai pendidikan kepada anak. Dalam hal ini, cerita rakyat melayu Kabupaten Kapuas Hulu yakni cerita Pak aloi Berladang dapat dijadikan orang tua sebagai contoh untuk menanamkan pada pribadi anak mana hal yang baik untuk dilakukan atau tidak dan pemberian pengalaman kepada anak-anak dalam kehidupan sehari hari.
Adapun bentuk pendidikan pengalaman yang terkandung dalam cerita Pak aloi Berladang adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Binatang itu Tidak Bisa Berbicara dan Mengerti Maksud Manusia.
Pada cerita Pak Aloi Berladang dia berbicara menyuruh kepiting pulang ke rumah seolah-olah menurutnya kepiting mengerti apa yang ia perintahkan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
Kata Bu Saloi ”itu kan binatang, bukan seperti manusia bisa pulang sendiri ke rumah”
2. Jangan cepat mengambil keputusan, sebelum mengetahui apa yang dihadapi
Dalam cerita Pak aloi Berladang Pak Aloi terlalu cepat mengambil keputusan terhadap hal yang dihadapinya, padahal ia belum tahu pasti apa yang sedang dihadapi. Misalnya memetik sarang muanyik (lebah) dan menikam (melempar) dengan tombak bapak mertuanya yang sedang menebas (memotong rumput).
Pendek kisah pada hari berikutnya ia bertemu dengan muanyik rampuk bergantung di ujung dahan kayu, tidak terlalu tinggi. Begitu dilihatnya.” Aduh-aduh, sudah bergatung pula kau ini, kulat basi yang ini lain lagi, hitam, kemarin putih, ini hitam pula. Kata istriku kalau bertemu dipetik.” ia pun mulai memetik. Begitu dipetiknya, muanyik ramppuk itu pun menyengat.” aduh-aduh, ada kuman. Semacam pula kulat basi ini, ada kuman.” petik satu begitu, petik dua begitu, diambilnya kayu lalu dipukulnya. Apa yang terjadi kemudian, muanyik rampuk itu pun menyengatnya. Ia menangis sambil berteriak. Ia pulang ke rumah sambil menangis.
Kutipan berikut mengajarkan agar manusia melakukan pengkajian dan mendalamai suatu permasalahan terlebih dahulu sebelum memutuskan sebuat tindakan.
Ia pun menyiapkan kujor, dan juga parang. Urusan ladang sudah tak dihiraukan lagi. Dia pergi ke ladang, tapi yang dilakukannya adalah mencari rusa yang sedang berbaring seperti kemarin. Di lihatnya ladang sebelah tak ditemukannya rusa. Di lihatnya di ladang sebelah lagi, ke ladang mertuanya. Di situ ia bertemu dengan mertuanya yang sedang menebas rumput. ”aduh!” katanya, ” rusa itu kok bisa menebas rumput?” mertua dikatakannya rusa. Mertuanya pun terheran-heran mendengar ada orang yang bercakap-cakap sendiri di belakangnya, kedengarannya seperti suara Pak Aloi. Pak Aloi itu sebenarnya sedang menunggu rusa itu berbaring. ”Aneh benar rusa ini bisa menebas rumput.”
”Eh, Pak Aloi apa yang kau kerjakan di situ?”
”Eh, dia menegur saya. Mengapa rusa ini bisa mengenal saya?”
”Hei, aku ini kan mertuamu!”
”Heh, masak mertua saya rusa. Nanti kau rasa, disuruh berbaring tak mau berbaring. Pesan istri saya kalau rusanya tak mau berbaring ditikam saja.” Mertuanya ditikam dengan kujor, lalu kena kakinya. Orang tua itu pun lari ke rumah sambil menahan sakit. Untung saja Pak Aloi tak sempat menebasnya dengan parang, kalau sempat tentu mertuanya sudah mati.
3. Sabar dan Bijaksana
Dalam cerita Pak aloi Berladang, tercermin sikap Bu Aloi yang begitu sabar dan bijaksana dalam menghadapi prilaku dari Pak Aloi yang lugu dan sedikit ceroboh. Kesabaran dari Bu Aloi inilah yang membuat kehidupan rumah tangga mereka selalu rukun, meskipun banyak sekali pekerjaan Pak Aloi yang tidak benar terutama pada saat mereka membuka ladang.
Berikut ini kutipan tentang kesabaran dari Bu Aloi yang sabar mengadapi Pak Aloi yang selalu tidak beres mengerjakan pekerjaan.
”Mana ladang kita yang katanya sudah ditebas?”
”Sudahkan!” kata Pak Aloi.
”Sudah, apanya?”
”Waktu aku duduk di langkau, akukan sudah memberitahu, tebas lurus kesana, tebas lurus kesini, setelah itu lalu dibuat seperti pulau. Selesailah, tak ada yang akan ditebas lagi!”
Istrinya pun menggaruk kepala yang tidak gatal. ”Aduh” kata istrinya, tak pernah aku menemukan manusia yang terlalu pintar seperti kamu ini, bukan lagi bodoh, benar-benar sudah terlau pintar.”
4. Kepatuhan dan Kesetiaan
Dalam cerita Pak Aloi Berladang juga sering digunakan orang tua sebagai media untuk menasihati anak perempuannya agar patuh dan taat kepada suaminya kelak. Bagaimanapun situasi suaminya, sedungu dan seceroboh ataupun kekurangan lainnya sebagai seorang istri haruslah patuh dan setia kepada suaminya. Kepatuhan dan kesetiaan seorang istri kepada suaminya terungkap dalam cerita Pak Aloi Berladang. Berikut ini kutipan yang menceritakan kepatuhan dan kesetiaan Mak Aloi kepada suaminya.
” O, benar juga,”kata Mak Aloi. Mak Aloi pun ikut juga membantu bekerja. Cepat juga ia bekerja, parangnya benar-benar tajam. Lalu ditancapnya tiang-tiang untuk menyangga atapnya. Kemudian dirapikannya lantai langkau itu. Diambil daun asam patah untuk atapnya. ” ah, bagus langkau ini.” langkau yang dipujinya dahulu, sebelum ia memikirkan ladangnya. ”Alhasil pulanglah kita berdua,. Kali ini kita hanya melihat tanah lalu membuat langkau-langkau.
Hari berikutnya tak perlu Mak Aloi mengikuti aku, tetap saja di rumah, beres!” katanya, ” Mak Aloi buatkan bekal yang baik-baik, nyaman
nyaman, banyak-banyak, karena maklumlah bila bekerja biasanya kuat makan.”
”Ya! Kata istrinya, ” tak masalah, asalkan ladang kita jadi.” ”Eh, jangan tanya jadi-tidak, pendeknya beres!”
Istrinya menuruti saja perintah suaminya.
C. Fungsi Sastra Lisan sebagai Hiburan
Sastra lisan sebagai suatu ekspresi kesusasteraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, pada dasarnya juga digunakan sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Biasanya kebiasan masyarakat Melayu Kabupaten Kapuas Hulu pada saat sela-sela waktu jeda/istirahat berladang, diisi mereka dengan bercerita tentang cerita-cerita rakyat.
Cerita Pak Aloi Berladang sering diceritakan oleh orang tua kepada anak-anaknya waktu-waktu senggang sehingga memberikan suasana kehangantan dan waktu senggang terasa lebih mengasyikan untuk melepas lelah.
D. Penutup
Tokoh Pak Aloi dalam cerita rakyat Pak Aloi Berladang jangan ditafsirkan semata bahwa Pak Aloi adalah seorang yang bodoh dan lugu. Sesunguhnya di dalam cerita Pak Aloi Berladang tersebut terdapat nilai-nilai yang sangat berarti untuk menjadi pelajaran bagi kehidupan kita sehari-hari.
Fungsi-fungsi sastra lisan (cerita rakyat) yang terkandung pada cerita Pak Aloi Berladang sebagai alat pendidik anak dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberikan muatan nilai-nilai moral untuk bekal hidup bagi seorang anak. Pemberian pemahaman kepada anak penting dilakukan dengan menjelaskan bahwa binatang itu tidak bisa berbicara seperti halnya manusia, jangan terlalu cepat mengambil keputusan, sabar dan bijaksana dalam menghadapi permasalahan, serta patuh dan setia terhadap suami.
Selain itu, fungsi sastra lisan yang terkandung dalam cerita Pak Aloi Berladang sebagai hiburan tercermin dari banyaknya kejadian-kejadian lucu dalam cerita tersebut. Menyimak cerita tersebut atau membacanya tentu akan memberikan suasana yang menyenangkan dan menggelikan karena banyaknya kejadian-kejadian yang tidak masuk akal, bahkan konyol.
DAFTAR PUSTAKA
Hutomo, Suripan Sadi.1991. Mutiara yang Terlupakan. Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: Hiski.
Mudyaharjo, Redja. 2006. Pengantar Ilmu Pendidikan. Sebuah Studia Awal tentang Dasar Pendidikan. Jakarta. Grafindo.
Sastrowardoyo, Subagio. 1983. Bunga Rampai Sastra Lisan. Jakarta: Asean Commite On Culture and Information.
1 komentar:
Harrah's Atlantic City - MapyRO
Get directions, reviews 아산 출장안마 and information for Harrah's Atlantic City in Atlantic 군포 출장샵 City, NJ. 안동 출장샵 Harrah's 남원 출장안마 Hotel & Casino Atlantic City. 정읍 출장안마 Map.
Posting Komentar